ANALISA SISTEM BERDASARKAN SKEMA SISTEM POLITIK TERKAIT RUU PORNOGRAFI
Lingkungan/environment menyangkut RUU pornografi adalah Sistem sosial dalam masyarakat kita sendiri yang mengutamakan budaya ketimuran yaitu berpakaian tidak seronok dan kultur budaya Indonesia serta media massa yang merupakan sarana yang begitu dekat dengan masyarakat dan adanya badan anti pornoaksi.
INPUT terdiri dari DEMAND yaitu Tuntutan dari sejumlah masyarakat seperti ikatan artis manadodi sulawesi utara menuntut agar RUU ini tidak disahkan,mengingat akan membatasi ruang gerak wanita.Serikat Dosen Progresif Universitas Airlangga pun menolaknya,karena menurut mereka ini merupakan bentuk intervensi negara terhadap moral tiap individu dan juga bentuk totalitarianisme negara terhadap warga negara.Aktivis perempuan,seniman dan budayawan bahkan Istri Gusdur,Ibu Sinta Nuriyah pun menolak. Menurut masyarakat,RUU tidak diperlukan karena sudah banyak UU seperti UU penyiaran ,KUHP dan UU. Masyarakat menginginkan RUU melalui uji publik dan menghindari kata-kata yang ambigu,seperti erotis,masyarakat harus jelas betul apa maksud kata-kata dalam RUU ini.Masyarakat menganggap akan terjadi kekacauan dalam pelaksanaanya dan akan memudahkan individu-individu saling menghakimi
Disamping tuntutan,beberapa komunitas dan anggota masyarakat juga memberikan dukungan secara positif(SUPPORT) terhadap RUU PORNOGRAFI,diantaranya MUI, ICMI, FPI, MMI, Hizbut Tahrir, dan PKS.FPI pun mendukung berlakunya RUU.RUU tidak hanya menyinggung wanita tetapi juga melindungi hak-hak kaum pria dan anak-anakDengan adanya RUU bukan membatasi seni,masyarakat harus dapat membedakan seni atau pornografi.
PROSES KONVERSI/PENGOLAHAN
Dalam proses pengesahannya,RUU Pornografi banyak mengalami kecaman,masyarakat yang pro dan kontra,beberapa masyarakat menyatakan bahwa RUU PORNOGRAFI bukan melindungi kaum perempuan malah membatasi kebebasan perempuan dan perempuan menjadi bagian dari kriminalisasi karena apabila perempuan menjadi korban pemerkosaan,maka Ia akan ditindak berdasar pasal RUU Pornografi.Maka RUU mengalami perubahan nama dari RUU APP Menjadi RUU Pornografi dan revisinya terdiri dari 44 pasal. Beberapa ahli seperti Dosen FISIP merasakan isi RUU inkonstitusional,tidak mendasarkan diri dan bertentangan dengan aturan dan undang-undang.
KEPUTUSAN
Pemerintah dan DPR menjadwalkan bahwa RUU ini akan disahkan menjadi undang-undang dalam Sidang Paripurna DPR pada 23 September 2008,tetapi terjadi pengunduran waktu karena penolakan dan kecaman dari masyarakat dan akhirnya diberitakan bahwa pada bulan November ini akan disahkan.
Pemerintah juga mengambil KEBIJAKAN Uji Publik RUU Pornografi di beberapa daerah yang menolak RUU,yaitu di Denpasar, Kupang, Jayapura, dan Manado.Kebijakan pemerintah ini mendatangkan FEEDBACK positif dari masyarakat,beberapa pihak yang awalnya mengecam kini pro terhadapRUU,masyarakat menyadari RUU penting untuk melindungi anak-anak juga.
Lingkungan/environment menyangkut RUU pornografi adalah Sistem sosial dalam masyarakat kita sendiri yang mengutamakan budaya ketimuran yaitu berpakaian tidak seronok dan kultur budaya Indonesia serta media massa yang merupakan sarana yang begitu dekat dengan masyarakat dan adanya badan anti pornoaksi.
INPUT terdiri dari DEMAND yaitu Tuntutan dari sejumlah masyarakat seperti ikatan artis manadodi sulawesi utara menuntut agar RUU ini tidak disahkan,mengingat akan membatasi ruang gerak wanita.Serikat Dosen Progresif Universitas Airlangga pun menolaknya,karena menurut mereka ini merupakan bentuk intervensi negara terhadap moral tiap individu dan juga bentuk totalitarianisme negara terhadap warga negara.Aktivis perempuan,seniman dan budayawan bahkan Istri Gusdur,Ibu Sinta Nuriyah pun menolak. Menurut masyarakat,RUU tidak diperlukan karena sudah banyak UU seperti UU penyiaran ,KUHP dan UU. Masyarakat menginginkan RUU melalui uji publik dan menghindari kata-kata yang ambigu,seperti erotis,masyarakat harus jelas betul apa maksud kata-kata dalam RUU ini.Masyarakat menganggap akan terjadi kekacauan dalam pelaksanaanya dan akan memudahkan individu-individu saling menghakimi
Disamping tuntutan,beberapa komunitas dan anggota masyarakat juga memberikan dukungan secara positif(SUPPORT) terhadap RUU PORNOGRAFI,diantaranya MUI, ICMI, FPI, MMI, Hizbut Tahrir, dan PKS.FPI pun mendukung berlakunya RUU.RUU tidak hanya menyinggung wanita tetapi juga melindungi hak-hak kaum pria dan anak-anakDengan adanya RUU bukan membatasi seni,masyarakat harus dapat membedakan seni atau pornografi.
PROSES KONVERSI/PENGOLAHAN
Dalam proses pengesahannya,RUU Pornografi banyak mengalami kecaman,masyarakat yang pro dan kontra,beberapa masyarakat menyatakan bahwa RUU PORNOGRAFI bukan melindungi kaum perempuan malah membatasi kebebasan perempuan dan perempuan menjadi bagian dari kriminalisasi karena apabila perempuan menjadi korban pemerkosaan,maka Ia akan ditindak berdasar pasal RUU Pornografi.Maka RUU mengalami perubahan nama dari RUU APP Menjadi RUU Pornografi dan revisinya terdiri dari 44 pasal. Beberapa ahli seperti Dosen FISIP merasakan isi RUU inkonstitusional,tidak mendasarkan diri dan bertentangan dengan aturan dan undang-undang.
KEPUTUSAN
Pemerintah dan DPR menjadwalkan bahwa RUU ini akan disahkan menjadi undang-undang dalam Sidang Paripurna DPR pada 23 September 2008,tetapi terjadi pengunduran waktu karena penolakan dan kecaman dari masyarakat dan akhirnya diberitakan bahwa pada bulan November ini akan disahkan.
Pemerintah juga mengambil KEBIJAKAN Uji Publik RUU Pornografi di beberapa daerah yang menolak RUU,yaitu di Denpasar, Kupang, Jayapura, dan Manado.Kebijakan pemerintah ini mendatangkan FEEDBACK positif dari masyarakat,beberapa pihak yang awalnya mengecam kini pro terhadapRUU,masyarakat menyadari RUU penting untuk melindungi anak-anak juga.
PEMILU
Bab I
I. Teori Pemilu
Dalam proses pemilu, dibutuhkan partisipasi dari masyarakat dan partai itu sendiri. Masyarakat mempunyai peran penting dalam pemilu untuk memilih pemimpin dalam pemerintahan.Berhubungan dengan hal ini,seorang pakar teori yang bernama Heider (1958) mengemukakan teorinya, yaitu perspektif teori atribusi. Teori atribusi yang dikemukakan ini merupakan metode yang digunakan untuk mengevaluasi bagaimana orang mempersepsi perilakunya maupun perilaku orang lain. Teori atribuasi akan memberikan penjelasan mengenai penyebab perilaku tersebut. Menurut Heider, perilaku orang dapat dijelaskan melalui dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Cara mempersepsi masyarakat itu sendiri dengan cara melakukan kampanye, sehingga akhirnya muncullah pemilu sebagai tujuan dari kampanye tersebut. Atribusi internal melihat bahwa perilaku itu merupakan tanggung jawab internal individu atau kelompok itu sendiri, contohnya yaitu, apapun pilihan yang seseorang pilih dalam Pemilihan merupakan tanggung jawabnya. Ini berarti mereka percaya dengan pilihan mereka. Sedangkan atribusi eksternal itu sendiri melihat bahwa perilaku lebih disebabkan oleh faktor luar maksudnya masyarakat sering terpengaruh dengan orang lain atau lingkungan tempatnya memilih.
II. Sejarah Pemilu
Pemilu 1955
Merupakan pemilu yang pertama dalam sejarah bangsa Indonesia ketika . Dalam Maklumat Wakil Presiden Mohammad Hatta tanggal 3 Nopember 1945 berisi anjuran tentang pembentukan partai-partai politik dan menyatakan bahwa pemilu untuk memilih anggota DPR dan MPR akan diselenggarakan bulan Januari 1946 tidak mengatur pemilihan konstituante. Terjadi 2 kali yang pertama, pada 29 September 1955 memlih anggota-anggota DPR. Yang kedua, 15 Desember 1955 memilih anggota-anggota Dewan Konstituante. Hal ini juga terjadi karena kendala yang bersumber dari dalam negeri dan ada pula yang berasal dari faktor luar negeri. Sumber penyebab dari dalam antara lain ketidaksiapan pemerintah menyelenggarakan pemilu, baik karena belum tersedianya perangkat perundang-undangan untuk mengatur penyelenggaraan pemilu maupun akibat rendahnya stabilitas keamanan negara serta sikap pemerintah yang enggan menyelenggarakan perkisaran (sirkulasi) kekuasaan secara teratur dan kompetitif. Penyebab dari luar antara lain serbuan kekuatan asing yang mengharuskan negara ini terlibat peperangan.
Tidak terlaksananya pemilu pertama pada bulan Januari 1946 seperti yang diamanatkan oleh Maklumat 3 Nopember 1945, paling tidak disebabkan 2 (dua) hal :
1. Belum siapnya pemerintah baru, termasuk dalam penyusunan perangkat UU Pemilu;
2. Belum stabilnya kondisi keamanan negara akibat konflik internal antar kekuatan politik yang ada pada waktu itu, apalagi pada saat yang sama gangguan dari luar juga masih mengancam. Dengan kata lain para pemimpin lebih disibukkan oleh urusan konsolidasi.
Pemilu 1955 berhasil diselenggarakan dengan aman, lancar, jujur dan adil serta sangat demokratis,bahkan mendapat pujian dari berbagai pihak, termasuk dari negara-negara asing. Pemilu Diikuti 30 lebih partai.Hasil pemilihan anggota Dewan Konstituante menunjukkan bahwa PNI, NU dan PKI meningkat dukungannya, sementara Masyumi, meski tetap menjadi pemenang kedua, perolehan suaranya merosot 114.267 dibanding-kan suara yang diperoleh dalam pemilihan anggota DPR.
· Periode Demokrasi Terpimpin
Lima tahun berikutnya masih belum terjadi Pemilu kedua, meskipun tahun 1958 Pejabat Presiden Sukarno sudah melantik Panitia Pemilihan Indonesia II. Saat itu terjadi Perubahan format politik dengan keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, sebuah keputusan presiden untuk membubarkan Konstituante dan pernyataan kembali ke UUD 1945 yang diperkuat angan-angan Presiden Soekarno menguburkan partai-partai. Dekrit itu kemudian mengakhiri rezim demokrasi dan mengawali otoriterianisme kekuasaan di Indonesia. Sampai pada akhirnya Presiden Soekarno diberhentikan oleh MPRS melalui Sidang Istimewa bulan Maret 1967 (Ketetapan XXXIV/MPRS/ 1967) setelah meluasnya krisis politik, ekonomi dan sosial pascakudeta G 30 S/PKI yang gagal semakin luas, rezim yang kemudian dikenal dengan sebutan Demokrasi Terpimpin itu tidak pernah sekalipun menyelenggarakan pemilu. Puncaknya tahun 1963 MPRS yang anggotanya diangkat menetapkan Soekarno, orang yang mengangkatnya, sebagai presiden seumur hidup.
· Pemilu 1971
Ketika Jenderal Soeharto diangkat oleh MPRS menjadi pejabat Presiden menggantikan Bung Karno dalam Sidang Istimewa MPRS 1967, ia juga tidak secepatnya menyelenggarakan pemilu untuk mencari legitimasi kekuasaan transisi. Malah Ketetapan MPRS XI Tahun 1966 yang mengamanatkan agar Pemilu bisa diselenggarakan dalam tahun 1968, kemudian diubah lagi pada SI MPR 1967, oleh Jenderal Soeharto diubah lagi dengan menetapkan bahwa Pemilu akan diselenggarakan dalam tahun 1971. Pada prakteknya Pemilu kedua baru bisa diselenggarakan tanggal 5 Juli 1971, yang berarti setelah 4 tahun pak Harto berada di kursi kepresidenan. Pada waktu itu ketentuan tentang kepartaian (tanpa UU) kurang lebih sama dengan yang diterapkan Presiden Soekarno. UU yang diadakan adalah UU tentang pemilu dan susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.Hal yang sangat signifikan yang berbeda dengan Pemilu 1955 adalah bahwa para pejebat negara pada Pemilu 1971 diharuskan bersikap netral. Sedangkan pada Pemilu 1955 pejabat negara, termasuk perdana menteri yang berasal dari partai bisa ikut menjadi calon partai secara formal. Tetapi pada prakteknya pada Pemilu 1971 para pejabat pemerintah berpihak kepada salah satu peserta Pemilu, yaitu Golkar. Jadi sesungguhnya pemerintah pun merekayasa ketentuan-ketentuan yang menguntungkan Golkar seperti menetapkan seluruh pegawai negeri sipil harus menyalurkan aspirasinya kepada salah satu peserta Pemilu itu. Dalam hubungannya dengan pembagian kursi, cara pembagian yang digunakan dalam Pemilu 1971 berbeda dengan Pemilu 1955. Dalam Pemilu 1971, yang menggunakan UU No. 15 Tahun 1969 sebagai dasar, semua kursi terbagi habis di setiap daerah pemilihan. Cara ini ternyata mampu menjadi mekanisme tidak langsung untuk mengurangi jumlah partai yang meraih kursi dibandingkan penggunaan sistem kombinasi. Tetapi, kelemahannya sistem demiki-an lebih banyak menyebabkan suara partai terbuang percuma
· Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997
Setelah 1971, pelaksanaan Pemilu yang periodik dan teratur mulai terlaksana mulai tahun 1977. Satu hal yang nyata perbedaannya dengan Pemilu-pemilu sebelumnya adalah bahwa sejak Pemilu 1977 pesertanya jauh lebih sedikit, yaitu Partai Kesatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrasi Indonesia (PDI), dan Golkar. Jadi dalam 5 kali Pemilu, yaitu Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 pesertanya hanya tiga. Golkar selalu menjadi pemenang sejak Pemilu 1971.Pendukung utama Golkar adalah birokrasi sipil dan militer.
1. Hasil Pemilu 1977
Pemungutan suara Pemilu 1977 dilakukan 2 Mei 1977. Cara pembagian kursi masih dilakukan seperti dalam Pemilu 1971, sistem proporsional di daerah pemilihan. Golkar meraih 39.750.096 suara atau 62,11%.
2. Hasil Pemilu 1982
Pemungutan suara Pemilu 1982 dilangsungkan tanggal 4 Mei 1982. Pada Pemilu ini perolehan suara dan kursi secara nasional Golkar meningkat, tetapi gagal merebut kemenangan di Aceh. Hanya Jakarta dan Kalimantan Selatan yang berhasil diambil Golkar dari PPP. Secara nasional Golkar berhasil merebut tambahan 10 kursi dan itu berarti kehilangan masing-masing 5 kursi bagi PPP dan PDI Golkar meraih 242 kursi. Adapun cara pembagian kursi pada Pemilu ini tetap mengacu pada ketentuan Pemilu 1971.
3. Hasil Pemilu 1987
Pemungutan suara Pemilu 1987 diselenggarakan tanggal 23 April 1987 secara serentak di seluruh tanah air. Hasil Pemilu kali ini ditandai dengan kemerosotan terbesar PPP, yakni hilangnya 33 kursi dibandingkan Pemilu 1982, sehingga hanya mendapat 61 kursi. Penyebab merosotnya PPP antara lain karena tidak boleh lagi partai itu memakai asas Islam dan diubahnya lambang dari Ka'bah kepada Bintang dan terjadinya penggembosan oleh tokoh- tokoh unsur NU, terutama Jawa Timur dan Jawa Tengah. Sementara itu Golkar memperoleh tambahan 53 kursi sehingga menjadi 299 kursi.
4. Hasil Pemilu 1992
Cara pembagian kursi untuk Pemilu 1992 juga masih sama dengan Pemilu sebelumnya. Hasil Pemilu yang pemungutan suaranya dilaksanakan tanggal 9 Juni 1992 ini pada waktu itu agak mengagetkan banyak orang. Perolehan suara Golkar kali ini merosot dibandingkan Pemilu 1987. Yang berhasil menaikkan perolehan suara dan kursi di berbagai daerah adalah PDI. Pada Pemilu 1992 ini PDI berhasil meningkatkan perolehan kursinya 16 kursi dibandingkan Pemilu 1987, sehingga menjadi 56 kursi. Ini artinya dalam dua pemilu, yaitu 1987 dan 1992, PDI berhasil menambah 32 kursinya di DPR RI.
5. Hasil Pemilu 1997
Sampai Pemilu 1997 ini cara pembagian kursi yang digunakan tidak berubah, masih menggunakan cara yang sama dengan Pemilu sebelumnya yang diselenggarakan tanggal 29 Mei 1997. PDI, yang mengalami konflik internal dan terpecah antara PDI Soerjadi dengan Megawati Soekarnoputri setahun menjelang pemilu, perolehan suaranya merosot 11,84%, dan hanya mendapat 11 kursi, yang berarti kehilangan 45 kursi di DPR dibandingkan Pemilu 1992. Pemilu kali ini diwarnai banyak protes. Protes terhadap kecurangan terjadi di banyak daerah. Bahkan di Kabupaten Sampang, Madura, puluhan kotak suara dibakar massa karena kecurangan penghitungan suara dianggap keterlaluan. Ketika di beberapa tempat di daerah itu pemilu diulang pun, tetapi pemilih, khususnya pendukung PPP, tidak mengambil bagian.
· Pemilu 2004
Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 2004 diselenggarakan secara serentak pada tanggal 5 April 2004 untuk memilih 550 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), 128 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 2004-2009. Pemilu yang diadakan adalah :
1. Pemilihan Umum Anggota DPR
Pemilihan Umum Anggota DPR dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka, dan diikuti oleh 24 partai politik. Dari 124.420.339 orang pemilih terdaftar, 124.420.339 orang (84,07%) menggunakan hak pilihnya. Dari total jumlah suara, 113.462.414 suara (91,19%) dinyatakan sah.
2. Pemilihan Umum Anggota DPD
Pemilihan Umum Anggota DPD dilaksanakan dengan sistem distrik berwakil banyak, dengan peserta pemilu adalah perseorangan. Jumlah kursi anggota DPD untuk setiap provinsi ditetapkan sebanyak 4 kursi, dengan daerah pemilihan adalah provinsi.
3. Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia 2004
Pemilihan Umum ini adalah yang pertama kalinya diselenggarakan di Indonesia dan dimenangkan oleh pasangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
III. Definisi Pemilu
Pemilihan Umum (Pemilu) adalah suatu proses di mana para pemilih memilih orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan yang disini beraneka-ragam, mulai dari Presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa. Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-programnya pada masa kampanye. Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari pemungutan suara. Setelah pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan dimulai. Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih.
Selain itu juga, pengertian pemilu dapat ditemukan dalam UU. Menurut UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu. Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam negara kesatuan RI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Ketentuan tentang pemilu tercantum dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 31 Tahun 2008 Tentang Etik Penyelenggara Pemilihan Umum Komisi Pemilihan Umum. Dalam bab I mengenai UU ini, didapatkan ketentuan Umum mengenai Pemilu. Salah satunya yang terdapat dalam pasal 1, yaitu :
1. Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
2. Penyelenggara pemilu adalah lembaga yang menyelenggarakan pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD, Presiden beserta Wapresnya, serta Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung oleh rakyat
3. Komisi Pemilu yang disebut dengan KPU adalah lembaga penyelenggara Pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri
4. Badan Pengawas Pemilu yang disebut dengan Bawaslu adalah badan yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di seluruh wilayah RI
VI. Tujuan Pemilu
Pemilihan Umum bagi suatu negara demokrasi sangat penting artinya untuk menyalurkan kehendak asasi politiknya, antara lain sebagai berikut:
Memilih wakil rakyat dan wakil daerah, serta membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat, dan memperoleh dukungan rakyat.
Memilih Presiden dan Wakil Presiden yang memperoleh dukungan yang kuat dari rakyat sehingga mampu menjalankan fungsi-fungsi kekuasaan pemerintahan negara.
· Menghasilkan wakil-wakil rakyat yang representatif dan selanjutnya menentukan pemerintahan.
· Diharapkan adanya perubahan yang berarti setelah pemilu untuk memperbaiki kehidupan masyarakat, dan lebih jauh masyarakat mengharapkan adanya jaminan rasa aman dan jaminan masa depan bagi kehidupan mereka beserta keluarganya.
· Sebagai implementasi terhadap paham demokrasi yang dianut oleh negara.
V. Azas Pemilu
Pemilu diselenggarakan secara demokratis dan transparan, jujur dan adil dengan mengadakan pemberian dan pemungutan suara secara langsung, umum, bebas, dan rahasia. Jadi berdasarkan UU yang ada di RI, Pemilu menggunakan azas sebagai berikut:
1. Jujur
Yang berarti bahwa penyelenggara/pelaksana, pemerintah dan partai politik peserta Pemilu, pengawas, dan pemantau Pemilu, termasuk pemilih serta semua pihak yang terlibat secara tidak langsung harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Adil
Berarti dalam penyelenggaraan Pemilu setiap pemilih dan Parpol peserta Pemilu mendapat perlakuan yang sama serta bebas dari kecurangan pihak manapun.
3. Langsung
Rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara
4. Umum
Pada dasarnya semua warga negara yang memenuhi persyaratan minimal dalam usia, yaitu sudah berumur 18 tahun atau telah pernah kawin, berhak ikut memilih dalam Pemilu. Warga negara yang sudah berumur 21 tahun berhak dipilih.
5. Bebas
Setiap warga negara yang memilih menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun. Dalam melaksanakan haknya setiap warga negara dijamin keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nurani dan kepentingannya.
6. Rahasia
Dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan apapun. Azas rahasia ini tidak berlaku lagi bagi pemilih yang telah keluar dari tempat pemungutan suara yang secara sukarela bersedia mengungkapkan pilihannya kepada pihak lain.
VI. Landasan Pemilu
Pelaksanaan Pemilu di Indonesia didasarkan pada landasan berikut:
1. Landasan Ideal
Yaitu, Pancasila terutama sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan
2. Landasan Konstitusional
Yaitu UUD 1945 yang termuat di dalam:
a. Pembukaan Alinea ke empat
b. Batang Tubuh pasal 1 ayat 2
c. penjelasan Umum tentang sistem pemerintahan negara
3. Landasan Operasional
Yaitu GBHN yang berupa ketetapan-ketetapan MPR serta peraturan perundang-undangan lainnya
VII. Syarat dan Aturan Pemilu
· Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilihan Umum Anggota DPR.
· Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari 50% dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya 20% suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden. Apabila tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
· Salah satu kriteria yang dapat dipergunakan untuk mengukur kualitas penyelenggaraan Pemilu adalah dasar pemikiran, dan tujuan dari penyelenggaraannya seperti yang dirumuskan dalam UU No. 12/2003 tentang Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota, serta UU No. 23/2003 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Dasar pemikiran itu antara lain adalah harus dilaksanakan secara lebih berkualitas agar lebih menjamin derajat kompetisi yang sehat, partisipatif, mempunyai derajat keterwakilan yang lebih tinggi.
· Peran masyarakat dalam berpartisipasi dalam pemilu juga merupakan salah satu bagian penting dalam pelaksanaan pemilu. Salah satu syarat yang dibutuhkan di tengah masyarakat yaitu orang tersebut sudah berumur 18 tahun ke atas atau telah menikah. Dewasa diartikan telah bisa menggunakan akal sehat.
· Adanya caleg yang diajukan oleh beberapa partai politik peserta pemilu. Yang terdiri dari calon presiden dan wakilpresiden.
Parpol-parpol yang diakui keabsahannya sebagai badan hukum oleh Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.
Dilakukan di tengah-tengah rakyat, serta dilakukan pada hari libur ataupun hari yang diliburkan secara nasional.
Adanya TPS-TPS yang disediakan oleh pemerintah di beberapa wilayah yang sudah ditetapkan untuk proses pemilu.
Situasi dan kondisi yang kondusif untuk melaksanakan pemilu.
VIII. Sistem Pemilu
Adapun garis besar Sistem Politik Indonesia menurut Hasil Amandemen Ke-4 UUD 1945 adalah sebagai berikut:
1) Sistem presidensial, dimana presiden dan wakil presiden di pilih melalui pemilu yang demokratis.
2) Sistem multipartai (banyak partai). Pembentukan partai politik dijamin oleh konstitusi sebagai konsekuensi dari hak kebebasan politik untuk berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapatnya. Konstitusi kita menganut sistem demokrasi langsung.
Selain sistem yang telah disebutkan di atas, negara kita juga menganut dua kategori utama sistem pemilu yang sekarang ini telah sering digunakan. Kedua sistem itu adalah:
1. Sistem distrik
Adalah sistem pemilihan yang berdasarkan pada pandangan “satu kesatuan geografis”. Dalam sistem ini wilayah negara dibagi atas beberapa daerah pemilihan yang dibagi berdasarkan kesatuan kecil (distrik). Dalam satu distrik, hanya ada satu wakil yang mewakili berdasarkan pemilihannya pada suara terbanyak. Apabila partai yang kecil mengalami kekalahannya, berapapun kecilnya selisih suaranya tidak akan dihitung dan dianggap hilang suaranya.
Adapun keistimewaannya adalah :
1. rakyat memilih wakil bukan gambar partai
2. wakil yang dipilih kiranya yang dikenal dan tinggal diwilayah distrik tersebut
3. karena untuk wilayah tertentu/distrik maka wakilnya dituntutlebih memperhatikan kepentingan masyarakat distrik
4. wakilnya kiranya dapat memperlancar komunikasi antara rakyat dengan wakilnya
Adapun kelemahannya adalah:
1. merugikan suara partai kecil karena suara yang dihitung berdasarkan mayoritas
2. ada kemungkinan wakilnya hanya mementingkan kepentingan distriknya dibandingkan kepentingan nasional
2. Sistem proporsional
Adalah sistem pemilihan yang mengutamakan “jumlah suara” yang di hasilkan dalam Pemilu oleh setiap partai atau kekuasaan politik. Selama pemilu Orde Baru, kita mengenal sistem pemilu proporsional dengan daftar tertutup (PR closed list). Keterpilihan calon legislatif bukan ditentukan pemilih, melainkan menjadi kewenangan elite partai politik sesuai dengan susunan daftar caleg beserta nomor urut. Dalam sistem demikian, kedudukan parpol menjadi sangat kuat terhadap kadernya di parlemen. Namun di satu sisi, basis sosial dan relasi politik para wakil rakyat dengan konstituen menjadi lemah. Inilah yang menyebabkan kedudukan caleg terpilih mereka menjadi mengambang (floating candicate) dalam relasinya dengan konstitusi.
Adapun kelebihannya adalah:
1. Setiap partai, termasuk yang partai kecil sekalipun asalkan memperoleh suara tetap diperhitungkan, sehingga mempunyai peluang menampilkan wakil parlemen
2. Jumlah penghitungan suara yang diperoleh setiap partai menentukan jumlah suara yang diperoleh dari daerah itu
Adapun kelemahannya adalah:
1. peranan partai lebih menonjol disbanding pribadi calon sehingga wakil yang dipilih kemungkinan lebih memperhatikan kepentingan partai atau nasional disbanding distrik
2. karena berada dalam wilayah yang cukup besar, maka masyarat sulit untuk mengenali calon yang akan dipilih.
Bab I
I. Teori Pemilu
Dalam proses pemilu, dibutuhkan partisipasi dari masyarakat dan partai itu sendiri. Masyarakat mempunyai peran penting dalam pemilu untuk memilih pemimpin dalam pemerintahan.Berhubungan dengan hal ini,seorang pakar teori yang bernama Heider (1958) mengemukakan teorinya, yaitu perspektif teori atribusi. Teori atribusi yang dikemukakan ini merupakan metode yang digunakan untuk mengevaluasi bagaimana orang mempersepsi perilakunya maupun perilaku orang lain. Teori atribuasi akan memberikan penjelasan mengenai penyebab perilaku tersebut. Menurut Heider, perilaku orang dapat dijelaskan melalui dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Cara mempersepsi masyarakat itu sendiri dengan cara melakukan kampanye, sehingga akhirnya muncullah pemilu sebagai tujuan dari kampanye tersebut. Atribusi internal melihat bahwa perilaku itu merupakan tanggung jawab internal individu atau kelompok itu sendiri, contohnya yaitu, apapun pilihan yang seseorang pilih dalam Pemilihan merupakan tanggung jawabnya. Ini berarti mereka percaya dengan pilihan mereka. Sedangkan atribusi eksternal itu sendiri melihat bahwa perilaku lebih disebabkan oleh faktor luar maksudnya masyarakat sering terpengaruh dengan orang lain atau lingkungan tempatnya memilih.
II. Sejarah Pemilu
Pemilu 1955
Merupakan pemilu yang pertama dalam sejarah bangsa Indonesia ketika . Dalam Maklumat Wakil Presiden Mohammad Hatta tanggal 3 Nopember 1945 berisi anjuran tentang pembentukan partai-partai politik dan menyatakan bahwa pemilu untuk memilih anggota DPR dan MPR akan diselenggarakan bulan Januari 1946 tidak mengatur pemilihan konstituante. Terjadi 2 kali yang pertama, pada 29 September 1955 memlih anggota-anggota DPR. Yang kedua, 15 Desember 1955 memilih anggota-anggota Dewan Konstituante. Hal ini juga terjadi karena kendala yang bersumber dari dalam negeri dan ada pula yang berasal dari faktor luar negeri. Sumber penyebab dari dalam antara lain ketidaksiapan pemerintah menyelenggarakan pemilu, baik karena belum tersedianya perangkat perundang-undangan untuk mengatur penyelenggaraan pemilu maupun akibat rendahnya stabilitas keamanan negara serta sikap pemerintah yang enggan menyelenggarakan perkisaran (sirkulasi) kekuasaan secara teratur dan kompetitif. Penyebab dari luar antara lain serbuan kekuatan asing yang mengharuskan negara ini terlibat peperangan.
Tidak terlaksananya pemilu pertama pada bulan Januari 1946 seperti yang diamanatkan oleh Maklumat 3 Nopember 1945, paling tidak disebabkan 2 (dua) hal :
1. Belum siapnya pemerintah baru, termasuk dalam penyusunan perangkat UU Pemilu;
2. Belum stabilnya kondisi keamanan negara akibat konflik internal antar kekuatan politik yang ada pada waktu itu, apalagi pada saat yang sama gangguan dari luar juga masih mengancam. Dengan kata lain para pemimpin lebih disibukkan oleh urusan konsolidasi.
Pemilu 1955 berhasil diselenggarakan dengan aman, lancar, jujur dan adil serta sangat demokratis,bahkan mendapat pujian dari berbagai pihak, termasuk dari negara-negara asing. Pemilu Diikuti 30 lebih partai.Hasil pemilihan anggota Dewan Konstituante menunjukkan bahwa PNI, NU dan PKI meningkat dukungannya, sementara Masyumi, meski tetap menjadi pemenang kedua, perolehan suaranya merosot 114.267 dibanding-kan suara yang diperoleh dalam pemilihan anggota DPR.
· Periode Demokrasi Terpimpin
Lima tahun berikutnya masih belum terjadi Pemilu kedua, meskipun tahun 1958 Pejabat Presiden Sukarno sudah melantik Panitia Pemilihan Indonesia II. Saat itu terjadi Perubahan format politik dengan keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, sebuah keputusan presiden untuk membubarkan Konstituante dan pernyataan kembali ke UUD 1945 yang diperkuat angan-angan Presiden Soekarno menguburkan partai-partai. Dekrit itu kemudian mengakhiri rezim demokrasi dan mengawali otoriterianisme kekuasaan di Indonesia. Sampai pada akhirnya Presiden Soekarno diberhentikan oleh MPRS melalui Sidang Istimewa bulan Maret 1967 (Ketetapan XXXIV/MPRS/ 1967) setelah meluasnya krisis politik, ekonomi dan sosial pascakudeta G 30 S/PKI yang gagal semakin luas, rezim yang kemudian dikenal dengan sebutan Demokrasi Terpimpin itu tidak pernah sekalipun menyelenggarakan pemilu. Puncaknya tahun 1963 MPRS yang anggotanya diangkat menetapkan Soekarno, orang yang mengangkatnya, sebagai presiden seumur hidup.
· Pemilu 1971
Ketika Jenderal Soeharto diangkat oleh MPRS menjadi pejabat Presiden menggantikan Bung Karno dalam Sidang Istimewa MPRS 1967, ia juga tidak secepatnya menyelenggarakan pemilu untuk mencari legitimasi kekuasaan transisi. Malah Ketetapan MPRS XI Tahun 1966 yang mengamanatkan agar Pemilu bisa diselenggarakan dalam tahun 1968, kemudian diubah lagi pada SI MPR 1967, oleh Jenderal Soeharto diubah lagi dengan menetapkan bahwa Pemilu akan diselenggarakan dalam tahun 1971. Pada prakteknya Pemilu kedua baru bisa diselenggarakan tanggal 5 Juli 1971, yang berarti setelah 4 tahun pak Harto berada di kursi kepresidenan. Pada waktu itu ketentuan tentang kepartaian (tanpa UU) kurang lebih sama dengan yang diterapkan Presiden Soekarno. UU yang diadakan adalah UU tentang pemilu dan susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.Hal yang sangat signifikan yang berbeda dengan Pemilu 1955 adalah bahwa para pejebat negara pada Pemilu 1971 diharuskan bersikap netral. Sedangkan pada Pemilu 1955 pejabat negara, termasuk perdana menteri yang berasal dari partai bisa ikut menjadi calon partai secara formal. Tetapi pada prakteknya pada Pemilu 1971 para pejabat pemerintah berpihak kepada salah satu peserta Pemilu, yaitu Golkar. Jadi sesungguhnya pemerintah pun merekayasa ketentuan-ketentuan yang menguntungkan Golkar seperti menetapkan seluruh pegawai negeri sipil harus menyalurkan aspirasinya kepada salah satu peserta Pemilu itu. Dalam hubungannya dengan pembagian kursi, cara pembagian yang digunakan dalam Pemilu 1971 berbeda dengan Pemilu 1955. Dalam Pemilu 1971, yang menggunakan UU No. 15 Tahun 1969 sebagai dasar, semua kursi terbagi habis di setiap daerah pemilihan. Cara ini ternyata mampu menjadi mekanisme tidak langsung untuk mengurangi jumlah partai yang meraih kursi dibandingkan penggunaan sistem kombinasi. Tetapi, kelemahannya sistem demiki-an lebih banyak menyebabkan suara partai terbuang percuma
· Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997
Setelah 1971, pelaksanaan Pemilu yang periodik dan teratur mulai terlaksana mulai tahun 1977. Satu hal yang nyata perbedaannya dengan Pemilu-pemilu sebelumnya adalah bahwa sejak Pemilu 1977 pesertanya jauh lebih sedikit, yaitu Partai Kesatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrasi Indonesia (PDI), dan Golkar. Jadi dalam 5 kali Pemilu, yaitu Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 pesertanya hanya tiga. Golkar selalu menjadi pemenang sejak Pemilu 1971.Pendukung utama Golkar adalah birokrasi sipil dan militer.
1. Hasil Pemilu 1977
Pemungutan suara Pemilu 1977 dilakukan 2 Mei 1977. Cara pembagian kursi masih dilakukan seperti dalam Pemilu 1971, sistem proporsional di daerah pemilihan. Golkar meraih 39.750.096 suara atau 62,11%.
2. Hasil Pemilu 1982
Pemungutan suara Pemilu 1982 dilangsungkan tanggal 4 Mei 1982. Pada Pemilu ini perolehan suara dan kursi secara nasional Golkar meningkat, tetapi gagal merebut kemenangan di Aceh. Hanya Jakarta dan Kalimantan Selatan yang berhasil diambil Golkar dari PPP. Secara nasional Golkar berhasil merebut tambahan 10 kursi dan itu berarti kehilangan masing-masing 5 kursi bagi PPP dan PDI Golkar meraih 242 kursi. Adapun cara pembagian kursi pada Pemilu ini tetap mengacu pada ketentuan Pemilu 1971.
3. Hasil Pemilu 1987
Pemungutan suara Pemilu 1987 diselenggarakan tanggal 23 April 1987 secara serentak di seluruh tanah air. Hasil Pemilu kali ini ditandai dengan kemerosotan terbesar PPP, yakni hilangnya 33 kursi dibandingkan Pemilu 1982, sehingga hanya mendapat 61 kursi. Penyebab merosotnya PPP antara lain karena tidak boleh lagi partai itu memakai asas Islam dan diubahnya lambang dari Ka'bah kepada Bintang dan terjadinya penggembosan oleh tokoh- tokoh unsur NU, terutama Jawa Timur dan Jawa Tengah. Sementara itu Golkar memperoleh tambahan 53 kursi sehingga menjadi 299 kursi.
4. Hasil Pemilu 1992
Cara pembagian kursi untuk Pemilu 1992 juga masih sama dengan Pemilu sebelumnya. Hasil Pemilu yang pemungutan suaranya dilaksanakan tanggal 9 Juni 1992 ini pada waktu itu agak mengagetkan banyak orang. Perolehan suara Golkar kali ini merosot dibandingkan Pemilu 1987. Yang berhasil menaikkan perolehan suara dan kursi di berbagai daerah adalah PDI. Pada Pemilu 1992 ini PDI berhasil meningkatkan perolehan kursinya 16 kursi dibandingkan Pemilu 1987, sehingga menjadi 56 kursi. Ini artinya dalam dua pemilu, yaitu 1987 dan 1992, PDI berhasil menambah 32 kursinya di DPR RI.
5. Hasil Pemilu 1997
Sampai Pemilu 1997 ini cara pembagian kursi yang digunakan tidak berubah, masih menggunakan cara yang sama dengan Pemilu sebelumnya yang diselenggarakan tanggal 29 Mei 1997. PDI, yang mengalami konflik internal dan terpecah antara PDI Soerjadi dengan Megawati Soekarnoputri setahun menjelang pemilu, perolehan suaranya merosot 11,84%, dan hanya mendapat 11 kursi, yang berarti kehilangan 45 kursi di DPR dibandingkan Pemilu 1992. Pemilu kali ini diwarnai banyak protes. Protes terhadap kecurangan terjadi di banyak daerah. Bahkan di Kabupaten Sampang, Madura, puluhan kotak suara dibakar massa karena kecurangan penghitungan suara dianggap keterlaluan. Ketika di beberapa tempat di daerah itu pemilu diulang pun, tetapi pemilih, khususnya pendukung PPP, tidak mengambil bagian.
· Pemilu 2004
Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 2004 diselenggarakan secara serentak pada tanggal 5 April 2004 untuk memilih 550 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), 128 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 2004-2009. Pemilu yang diadakan adalah :
1. Pemilihan Umum Anggota DPR
Pemilihan Umum Anggota DPR dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka, dan diikuti oleh 24 partai politik. Dari 124.420.339 orang pemilih terdaftar, 124.420.339 orang (84,07%) menggunakan hak pilihnya. Dari total jumlah suara, 113.462.414 suara (91,19%) dinyatakan sah.
2. Pemilihan Umum Anggota DPD
Pemilihan Umum Anggota DPD dilaksanakan dengan sistem distrik berwakil banyak, dengan peserta pemilu adalah perseorangan. Jumlah kursi anggota DPD untuk setiap provinsi ditetapkan sebanyak 4 kursi, dengan daerah pemilihan adalah provinsi.
3. Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia 2004
Pemilihan Umum ini adalah yang pertama kalinya diselenggarakan di Indonesia dan dimenangkan oleh pasangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
III. Definisi Pemilu
Pemilihan Umum (Pemilu) adalah suatu proses di mana para pemilih memilih orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan yang disini beraneka-ragam, mulai dari Presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa. Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-programnya pada masa kampanye. Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari pemungutan suara. Setelah pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan dimulai. Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih.
Selain itu juga, pengertian pemilu dapat ditemukan dalam UU. Menurut UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu. Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam negara kesatuan RI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Ketentuan tentang pemilu tercantum dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 31 Tahun 2008 Tentang Etik Penyelenggara Pemilihan Umum Komisi Pemilihan Umum. Dalam bab I mengenai UU ini, didapatkan ketentuan Umum mengenai Pemilu. Salah satunya yang terdapat dalam pasal 1, yaitu :
1. Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
2. Penyelenggara pemilu adalah lembaga yang menyelenggarakan pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD, Presiden beserta Wapresnya, serta Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung oleh rakyat
3. Komisi Pemilu yang disebut dengan KPU adalah lembaga penyelenggara Pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri
4. Badan Pengawas Pemilu yang disebut dengan Bawaslu adalah badan yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di seluruh wilayah RI
VI. Tujuan Pemilu
Pemilihan Umum bagi suatu negara demokrasi sangat penting artinya untuk menyalurkan kehendak asasi politiknya, antara lain sebagai berikut:
Memilih wakil rakyat dan wakil daerah, serta membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat, dan memperoleh dukungan rakyat.
Memilih Presiden dan Wakil Presiden yang memperoleh dukungan yang kuat dari rakyat sehingga mampu menjalankan fungsi-fungsi kekuasaan pemerintahan negara.
· Menghasilkan wakil-wakil rakyat yang representatif dan selanjutnya menentukan pemerintahan.
· Diharapkan adanya perubahan yang berarti setelah pemilu untuk memperbaiki kehidupan masyarakat, dan lebih jauh masyarakat mengharapkan adanya jaminan rasa aman dan jaminan masa depan bagi kehidupan mereka beserta keluarganya.
· Sebagai implementasi terhadap paham demokrasi yang dianut oleh negara.
V. Azas Pemilu
Pemilu diselenggarakan secara demokratis dan transparan, jujur dan adil dengan mengadakan pemberian dan pemungutan suara secara langsung, umum, bebas, dan rahasia. Jadi berdasarkan UU yang ada di RI, Pemilu menggunakan azas sebagai berikut:
1. Jujur
Yang berarti bahwa penyelenggara/pelaksana, pemerintah dan partai politik peserta Pemilu, pengawas, dan pemantau Pemilu, termasuk pemilih serta semua pihak yang terlibat secara tidak langsung harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Adil
Berarti dalam penyelenggaraan Pemilu setiap pemilih dan Parpol peserta Pemilu mendapat perlakuan yang sama serta bebas dari kecurangan pihak manapun.
3. Langsung
Rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara
4. Umum
Pada dasarnya semua warga negara yang memenuhi persyaratan minimal dalam usia, yaitu sudah berumur 18 tahun atau telah pernah kawin, berhak ikut memilih dalam Pemilu. Warga negara yang sudah berumur 21 tahun berhak dipilih.
5. Bebas
Setiap warga negara yang memilih menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun. Dalam melaksanakan haknya setiap warga negara dijamin keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nurani dan kepentingannya.
6. Rahasia
Dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan apapun. Azas rahasia ini tidak berlaku lagi bagi pemilih yang telah keluar dari tempat pemungutan suara yang secara sukarela bersedia mengungkapkan pilihannya kepada pihak lain.
VI. Landasan Pemilu
Pelaksanaan Pemilu di Indonesia didasarkan pada landasan berikut:
1. Landasan Ideal
Yaitu, Pancasila terutama sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan
2. Landasan Konstitusional
Yaitu UUD 1945 yang termuat di dalam:
a. Pembukaan Alinea ke empat
b. Batang Tubuh pasal 1 ayat 2
c. penjelasan Umum tentang sistem pemerintahan negara
3. Landasan Operasional
Yaitu GBHN yang berupa ketetapan-ketetapan MPR serta peraturan perundang-undangan lainnya
VII. Syarat dan Aturan Pemilu
· Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilihan Umum Anggota DPR.
· Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari 50% dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya 20% suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden. Apabila tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
· Salah satu kriteria yang dapat dipergunakan untuk mengukur kualitas penyelenggaraan Pemilu adalah dasar pemikiran, dan tujuan dari penyelenggaraannya seperti yang dirumuskan dalam UU No. 12/2003 tentang Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota, serta UU No. 23/2003 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Dasar pemikiran itu antara lain adalah harus dilaksanakan secara lebih berkualitas agar lebih menjamin derajat kompetisi yang sehat, partisipatif, mempunyai derajat keterwakilan yang lebih tinggi.
· Peran masyarakat dalam berpartisipasi dalam pemilu juga merupakan salah satu bagian penting dalam pelaksanaan pemilu. Salah satu syarat yang dibutuhkan di tengah masyarakat yaitu orang tersebut sudah berumur 18 tahun ke atas atau telah menikah. Dewasa diartikan telah bisa menggunakan akal sehat.
· Adanya caleg yang diajukan oleh beberapa partai politik peserta pemilu. Yang terdiri dari calon presiden dan wakilpresiden.
Parpol-parpol yang diakui keabsahannya sebagai badan hukum oleh Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.
Dilakukan di tengah-tengah rakyat, serta dilakukan pada hari libur ataupun hari yang diliburkan secara nasional.
Adanya TPS-TPS yang disediakan oleh pemerintah di beberapa wilayah yang sudah ditetapkan untuk proses pemilu.
Situasi dan kondisi yang kondusif untuk melaksanakan pemilu.
VIII. Sistem Pemilu
Adapun garis besar Sistem Politik Indonesia menurut Hasil Amandemen Ke-4 UUD 1945 adalah sebagai berikut:
1) Sistem presidensial, dimana presiden dan wakil presiden di pilih melalui pemilu yang demokratis.
2) Sistem multipartai (banyak partai). Pembentukan partai politik dijamin oleh konstitusi sebagai konsekuensi dari hak kebebasan politik untuk berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapatnya. Konstitusi kita menganut sistem demokrasi langsung.
Selain sistem yang telah disebutkan di atas, negara kita juga menganut dua kategori utama sistem pemilu yang sekarang ini telah sering digunakan. Kedua sistem itu adalah:
1. Sistem distrik
Adalah sistem pemilihan yang berdasarkan pada pandangan “satu kesatuan geografis”. Dalam sistem ini wilayah negara dibagi atas beberapa daerah pemilihan yang dibagi berdasarkan kesatuan kecil (distrik). Dalam satu distrik, hanya ada satu wakil yang mewakili berdasarkan pemilihannya pada suara terbanyak. Apabila partai yang kecil mengalami kekalahannya, berapapun kecilnya selisih suaranya tidak akan dihitung dan dianggap hilang suaranya.
Adapun keistimewaannya adalah :
1. rakyat memilih wakil bukan gambar partai
2. wakil yang dipilih kiranya yang dikenal dan tinggal diwilayah distrik tersebut
3. karena untuk wilayah tertentu/distrik maka wakilnya dituntutlebih memperhatikan kepentingan masyarakat distrik
4. wakilnya kiranya dapat memperlancar komunikasi antara rakyat dengan wakilnya
Adapun kelemahannya adalah:
1. merugikan suara partai kecil karena suara yang dihitung berdasarkan mayoritas
2. ada kemungkinan wakilnya hanya mementingkan kepentingan distriknya dibandingkan kepentingan nasional
2. Sistem proporsional
Adalah sistem pemilihan yang mengutamakan “jumlah suara” yang di hasilkan dalam Pemilu oleh setiap partai atau kekuasaan politik. Selama pemilu Orde Baru, kita mengenal sistem pemilu proporsional dengan daftar tertutup (PR closed list). Keterpilihan calon legislatif bukan ditentukan pemilih, melainkan menjadi kewenangan elite partai politik sesuai dengan susunan daftar caleg beserta nomor urut. Dalam sistem demikian, kedudukan parpol menjadi sangat kuat terhadap kadernya di parlemen. Namun di satu sisi, basis sosial dan relasi politik para wakil rakyat dengan konstituen menjadi lemah. Inilah yang menyebabkan kedudukan caleg terpilih mereka menjadi mengambang (floating candicate) dalam relasinya dengan konstitusi.
Adapun kelebihannya adalah:
1. Setiap partai, termasuk yang partai kecil sekalipun asalkan memperoleh suara tetap diperhitungkan, sehingga mempunyai peluang menampilkan wakil parlemen
2. Jumlah penghitungan suara yang diperoleh setiap partai menentukan jumlah suara yang diperoleh dari daerah itu
Adapun kelemahannya adalah:
1. peranan partai lebih menonjol disbanding pribadi calon sehingga wakil yang dipilih kemungkinan lebih memperhatikan kepentingan partai atau nasional disbanding distrik
2. karena berada dalam wilayah yang cukup besar, maka masyarat sulit untuk mengenali calon yang akan dipilih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar