a.Hukum keluarga mengandung pengertian yang begitu kompleks karena dalam hukum keluarga juga membahas mengenai hukum waris dan beberapa bagian dari hukum perkawinan
Hukum keluarga mengatur mengatur tentang
Family law atau hukum keluarga mengatur hubungan hukum yang bersumber pada pertalian kekeluargaan. Dengan begitu hukum keluarga mempunyai bidang-bidang sebagai berikut:
Hukum keluarga mengatur mengatur tentang
Family law atau hukum keluarga mengatur hubungan hukum yang bersumber pada pertalian kekeluargaan. Dengan begitu hukum keluarga mempunyai bidang-bidang sebagai berikut:
1. Perkawinan Pada mulanya diatur dalam Bab IV sampai dengan Bab IX, Buku I KUHPer. Termasuk didalamnya hukum tentang harta benda perkawinan (yaitu hubungan harta benda antara suami istri), karena hubungan hukum harta benda antara suami istri bersumber pada perkawinan. Ketentuan hak-hal tersebut telah diubah dengan adanya Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Perkawinan yang bersifat nasional sebagai pengganti Hukum Perkawinan yang bersumber dari Hukum Barat.
2. Kekuasaan orang tua yaitu hubungan hukum antara orang tua dan anak mereka, baik yang sah maupun yang disahkan (Bab XII, Buku I KUHPer).
3. Perwalian yaitu hubungan hukum antara si wali dan anak yang berada di bawah perwaliannya (Bab XV, Buku I KUHPer).
4. Pengampuan (Curatele) yaitu hubungan hukum antara kurator dan orang yang berada dibawah pengampuannya (kuradus) (Bab XVII, Buku I KUHPer).
Hukum Waris mempunyai hubungan yang sangat erat dengan Hukum Keluarga, dimana bila kita lihat dari sudut pandang yang berhak mewarisi harta benda yang meninggal (almarhum) adalah keluarganya. Oleh karena itu Hukum Waris mempunyai hubungan erat dengan Hukum Harta Benda dan Hukum Keluarga, maka Hukum Waris diberikan suatu tempat tersendiri di samping Hukum Harta Benda dan Hukum keluarga. Sedangkan Hukum Waris mengatur pemindahtanganan harta benda seseorang setelah ia meninggal dunia.
a.Keturunan yaitu menyangkut Hak-hak anak dalam keluarga tercakup dalam Pasal 8 Ayat (1) Ayat (2) PP 45 yaitu dalam suatu perceraian,bila terjadi atas kehendak PNS pria maka ia wajib menyerahkan sepertiga gajinya untuk anak, sepertiganya lagi untuk istri dan sisanya untuk suami. Jika tidak ada anak dalam perkawinan itu, Ayat (3) dari Pasal itu menyatakan bahwa istri berhak atas setengah dari gaji suami PNS.
Pelaporan perkawinan juga mempengaruhi anak.Pelaporan perkawinan sangat diperlukansehingga status dwikewarganegaraannya diketahui. Lalu dengan diketahuinya status dwikewarganegaraan, anak nantinya dapat memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan WNI lainnya seperti misalnya memiliki tanah. Jika status WNInya tidak diketahui, ia nantinya akan kesulitan untuk menerima warisan atau melakukan perbuatan hukum apa pun yang menyangkut tanah atau apapun yang dibatasi untuk orang asing.
Menurut Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan bahwa apabila putus perkawinan karena perceraian mempunyai akibat hukum terhadap anak, maka baik Bapak atau Ibu tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana terjadi perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberikan keputusannya (pasal 41).
Yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak adalah bapak; bilamana bapak kenyataannya tidak dapat memberi kewajiban tersebut maka Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.
Khusus mengenai perwalian anak, pengadilan biasanya memberikan hak perwalian dan pemeliharaan anak dibawah umur kepada ibu. Dasarnya, Kompilasi Hukum Islam pasal 105 yang mengatakan anak yang belum berusia 12 tahun adalah hak ibunya. Dan didukung dengan yurisprudensi Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa “anak dibawah asuhan ibunya.” Jika anak sudah bisa memilih, ia dipersilahkan memilih diantara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaannya. Dalam pada itu, biaya pemeliharaan di tanggung oleh ayahnya.
b.Perwalian dan pengangkatan anak
Jika seseoarang berniat mengadopsi resmi atau legal keponakannya sehingga ada surat adopsinya yang bisa digunakan untuk mengurus keimmigrasiannya walaupun telah menjadi permanent residen negara lain seperti USA maka dapat dilakukan berdasarkan
Undang-undang Perlindungan Anak di pasal 39 – 40:
- Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
- Pengangkatan anak tidak akan memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dan orang tua kandungnya;
- Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat;
- Pengangkatan anak oleh warga negara asing hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir;
- Bila asal usul anak tidak diketahui, maka agama anak disesuaikan dengan agama mayoritas penduduk setempat;
- Orang tua angkat wajib memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal usulnya dan orang tua kandungnya dengan memperhatikan kesiapan anak yang bersangkutan.
Dalam hal ini, pengangkatan terhadap anak dimana kedua/salah satu orang tua kandungnya masih ada harus melalui perjanjian antara orangtua kandung dengan calon orangtua angkat yang dinamakan private adoption, dimana terjadi pengalihan kuasa asuh dari satu pihak kepada pihak lain berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dan demi kepentingan terbaik anak. Mengenai syarat-syarat melakukan pengangkatan anak tersebut dapat dilihat di Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 1983 tentang Penyempurnaan SEMA Nomor 2 Tahun 1979 tentang Pemeriksaan Permohonan Pengesahan/Pengangkatan Anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar